Selamat Datang

Kaligrafi

Selasa, 16 Oktober 2012

KALIGRAFI




Pengantar Kaligrafi
Inti ajaran Islam adalah tauhid. Kaligrafi yang kerap diistilahkan dengan sebutan art of Islamic art (seninya seni Islam) mencerminkan inti ajaran tersebut, merujuk kepada kelahiran dan perkembangannya yang menjauhkannya dari ikonoklasme. Ciri-cirinya menonjol dari penampilannya yang abstrak, yang karenanya kerap pula disebut ‘seni abstrak’, sehingga terjauh dari kemungkinan gambaran-gambaran yang menjurus pada obyek syirik atau sesembahan semisal pada seni patung atau seni suara dan tari yang kerap ‘tenggelam dalam pusaran siklus hawa nafsu” sehingga pada titik ekstrem menjadi hampa akan makna dan nilai-nilai moral.

Maka dalam perjalanannya, kaligrafi Arab yang lebih sering menjadi alat visual ayat-ayat al-Quran, tumbuh tertib mengikuti rumus-rumus berstandar (al-khat al-mansub) olahan Ibnu Muqlah yang sangat ketat. Standarisasi yang menggunakan alat ukur titik belah ketupat, alif, dan lingkaran untuk mendesain huruf-huruf itu mencerminkan “etika berkaligrafi” dan kepatuhan pada “kaedah murni” aksara Arab. Terutama bagi pemula, berpegang teguh pada kaidah khattiyah ini sangat penting. Mengetahui seluk beluk aliran kaligrafi dan tatacara penulisannya tidak saja akan memperkokoh kredibilitas tulisan pada komposisi yang serasi (insijam wa mu’alamah). Lebih dari semuanya, sang karya dapat dipertanggungjawabkan sebagai hasil pencapaian yang utuh (al-ikhtira al-kamil).

Hasil dari ikhtiar tersebut, telah lahir aliran-aliran kaligrafi yang beragam. Dimulai dari pengembangan al-aqlam as-sitah (Tsuluts, Naskhi, Muhaqqaq, Raihani, Tawqi, dan Riqa’) di masa pemerintahan daulah Umayyah sebagai era kebangkitan kedua pasca khat Kufi dan kaligrafi kursif kuno sesudahnya. Dari enam gaya tulisan yang populer dengan sebutan Shish Qalam di Persia ini berkembang pula ratusan gaya lain. Sampai abad 20, gaya-gaya tersebut menunjukan fluktuasi perkembangan yang dinamis, meskipun kelahirannya hanya meninggalkan sekitar tujuh gaya tulisan modern: Naskhi, Tsulutsi, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Kufi, dan Riq’ah. Gaya-gaya tulisan tersebut masih berkutat pada standar system Ibnu Muqlah tanpa mengalami perubahan yang berarti.

Namun belakangan, muncul gerakan menjauhkan diri dari kebekuan ikatan-ikatan baku di atas. Kreasi mutakhir yang menyimpang dari grammar lama ini populer dengan sebutan kaligrafi kontemporer, merujuk pada gaya zaman kiwari yang penuh dinamika dan kreativitas dalam mencipta karya yang serba aneh dan unik.

Risalah ini bermaksud mengenalkan serba sedikit gambaran mengenai kaligrafi Islam kontemporer dan rembesan pengaruhnya terhadap seniman lukis dan para kaligrafer di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar