Karya-karya wayang suket yang dibuat M.Thalib Prasojo, ternyata tidak hanya berhenti sebagai karya seni rupa. Untuk kalipertama, karya seni rupa wayang suket (rumputan) itu pernah dipergelarkan dalam bentuk seni pertunjukan wayang. Ki Supriyono (34), ketua jurusan Pedalangan SMKN IX Surabaya bertindak menjadi dalang dalam pementasan di gedung SMKN IX (eks SMKI), Jalan Siwalan Kerto Surabaya, Kamis, 31 Mei 2007, pukul 19.00. Pentas wayang gaya Jawa Timuran ini diiringi 10 pengrawit, satu sinden, gamelan slendro lengkap, dengan lakon Wahyu Senopati.
Meski pertunjukan wayang
suket selama ini sudah diklaim oleh Slamet Gundono, wayang karya Thalib sangat
berbeda. Dia tidak sekadar memanfaatkan bahan-bahan rumput untuk sosok (yang
menyerupai) wayang, namun betul-betul membuat wayang dari bahan rerumputan.
Dengan melihat sosoknya saja, para penggemar wayang pasti tahu nama tokoh
yang dimaksudkannya.
Selain itu, pertunjukan
wayangnya, juga bukan asal pertunjukan biasa. Thalib dengan sengaja meminta
sang dalang untuk memainkan karya wayangnya secara klasik. Artinya, betul-betul
diperlakukan sebagaimana wayang kulit biasanya, bukan ”wayang-wayangan”.
Lakonnya pun dipilih lakon serius. Inilah yang membedakan dengan lakon wayang
Slamet Gundono.
Selama ini M. Thalib
Prasojo membuat karya wayang suket sebagai salah satu bentuk ekspresi dalam
karya seni rupanya. Untuk pementasan kali ini, sudah didahului dengan workshop
pembuatan wayang suket pada siswa-siswa SMKN XI (eks SMSR). Hasil karya
workshop ini kemudian ikut disertakan dalam pementasan wayang di SMKN IX.
Sebagaimana diketahui, SMSR semula merupakan bagian atau jurusan seni rupa dari
SMKI. Maka kolaborasi kedua sekolah ini untuk mengenang kebersatuan mereka,
sekaligus menarik minat anak-anak muda terhadap studi kesenian, khususnya
jurusan pedalangan yang selama ini sangat sepi peminat. Pergelaran selama 90
menit dengan penata gending Bambang SP ini menjadi bagian dari pentas rutin dua
bulanan yang dilakukan di SMKN IX.
Dalang asli Nganjuk itu
menuturkan, lakon Wahyu Senapati berkisah seputar peristiwa Gatutkaca yang
diwisuda menjadi senopati di Ngamarto. Tapi Antarejo sebagai saudara
tuanya tidak terima, karena merasa juga punya hak sebagai putra Ngamarto dan
memiliki kesaktian yang sama. Ternyata, Sengkuni berada di baliknya karena
menginginkan keluarga Pandawa terpecah.
Ketika menghasut itu, tubuh
Antarejo disusupi Nini Permoni alias Dewi Durga, disamping dukungan pihak Kurawa.
Gatutkaca pun berperang dengan Antareja, namun akhirnya dipisah oleh Kresno.
Kresno akhirnya tahu, bahwa ini bukan kemauan Antarejo sendiri. Menurutnya,
yang sanggup mengatasi hal ini hanya Semar. Kemudian Semar dipanggil, dan Nini
Permoni dipaksa keluar oleh Semar. Nini dinasehati, jangan menggangu
momongan (asuhan) Semar. Tapi Nini berkilah, memang sudah tugasnya
menggoda manusia. Salah sendiri kalau ada yang tidak kuat. Beruntung Pandawa
memiliki Semar sebagai bentengnya.
Menurut Supriyono, cerita
carangan yang dipergelarkan kali ini mengandung misi pendidikan. Bahwa
sesama saudara jangan saling bertengkar, atau dapat dikonotasikan dengan
rebutan kursi. Gatutkaca udah dipilih oleh rakyat, jadi kalau Antarejo ingin
berbakti pada negara, masih ada jalan lain, tidak harus menjadi Senopati.
Direncanakan, setelah
pentas ujicoba ini akan digelar lagi di gedung pertunjukan kesenian di tempat
lain. Tentu saja, M. Talib dengan senang hati kalau ada yang mengundang
pementasan wayang suketnya. (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar