Kaligrafi Islam
kontemporer yang saat ini sering digabungkan dengan seni rupa kontemporer telah
menjadi fenomena internasinonal. Sebagaimana seni rupa umumnya, ia pun
berkembang bersama gelombang perubahan yang lebih luas, bahkan acapkali
melabrak batas-batas “grammar” yang sebelumnya disucikan.
Terseretnya khat Arab
ke dalam arus perubahan yang dramatis ini disebabkan oleh karena alphabetnya
sangat toleran dijadikan (dan selalu mencakup) “ekspresi segala sesuatu”.
Sementara itu, searah kaligrafi sendiri sebenarnya adalah sejarah penemuan dan
perburuan gaya-gaya. Oleh Habibullah Fada’li disebutkan, bahwa setiap gaya
kaligrafi tunduk sepenuhnya terhadap eksperimen dan modifikasi selama
bertahun-tahun bahkan berkurun-kurun, sampai terbentuknya pola yang benar-benar
sempurna. Terutama semenjak tahun 70-an
pengaruh pemikiran dan orientasi Barat terasa sangat dominan, sehingga memberikan gaya baru pada sosok kaligrafi Islam kontemporer. Bahkan menurut Samir al-Sayegh, sampai detik ini pun kecenderungan lebih berkiblat ke Barat di kalangan kaligrafer di kawasan Arab dan wilayah Islam lainnya sangat mencolok melebihi perhatian mereka ke gaya seni Timur lampau. Akibatnya, karakter asli kerapkali menghilang.
pengaruh pemikiran dan orientasi Barat terasa sangat dominan, sehingga memberikan gaya baru pada sosok kaligrafi Islam kontemporer. Bahkan menurut Samir al-Sayegh, sampai detik ini pun kecenderungan lebih berkiblat ke Barat di kalangan kaligrafer di kawasan Arab dan wilayah Islam lainnya sangat mencolok melebihi perhatian mereka ke gaya seni Timur lampau. Akibatnya, karakter asli kerapkali menghilang.
Kaligrafi
eskpresionis, seperti jenis-jenis gaya baru yang lain, nyata-nyata berkaitan
dengan gerakan estetika Barat. Ia adalah kesan dari “pembudayaan” seni Islam
dan artisnya oleh seni Barat akhir-akhir ini. Gaya ekspresionis dalam kaligrafi
Islam kontemporer, seperti dalam seni rupa kontemporer, sering tidak
menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Karena karya-karya para kaligrafer
muslim kontemporer lebih mencerminkan tradisi seni Barat, kaligrafi semacam ini
menurut al-Faruqi sedikit sekali artinya dalam upaya kebangkitan seni kaligrafi
Islam.
Kaligrafi simbolik
yang didominasi oleh gagasan dan ekspresi seni Barat juga merupakan
“penyelewengan” serius dari tradisi estetika Islam yang bersifat transenden.
Dalam kaligrafi ini, sekali lagi unsur-unsur kebaratan mempengaruhi orientasi
kesenian dan prosesnya. Hal seperti ini tidak seharusnya mengagetkan, karena
pilihan gaya pada kecenderungan seni rupa kontemporer bernafaskan Islam tidak terbatas
pada gaya kaligrafi dan abstrak formalisme, melainkan juga mencakup gaya
ekspresif, simbolis, dan instrumental (realisme maupun surealisme). Oleh
karenanya, kelahiran gaya semacam ini merupakan suatu keniscayaan dan tidak
mungkin dibendung.
Yang sangat santer
adalah pengaruh “kebebasan penuh” ala Barat yang menonjolkan pada garapan model
kaligrafi “abstrak”, istilah yang menunjukan kekaburan. Piet Mondrian dari
Belanda adalah pelukis dan penyumbang terpenting gerakan ini. Kehadiran gaya
abstrak dalam kaligrafi Islam kontemporer, sungguhpun bertentangan dengan
unsur-unsur kreativitas seni yang diamalkan para kaligrafer muslim berabad-abad
lamanya, kini semakin ngetrend di kalangan pelukis atau kaligrafer muslim
kontemporer, terutama yang berhubungan banyak ke Barat, baik melalui pendidikan
maupun kegiatan pameran.
Nama-nama pelukis
kaligrafi abstrak kontemporer yang sehaluan dengan Zenderoudi seperti M. Omar,
Benbella, Mahdoui, E.Ednan, dan Mehdi Qotbi kelahiran Rabat, kini hidup di
Paris. Kamal Boullata bekerja di Washinton DC Ali Omar Ermes dari Libya
Berstudi di London. Pergaulan dengan Barat para pelukis tersebut dan
pelukis-pelukis lainnya memberikan pengaruh kuat terhadap gaya dan orientasi
dalam karya-karya lukis kaligrafi mereka.
Bekal pengalaman
hidup dan bergaul dengan seni lukis kontemporer Barat tersebut lebih mendapat
pengukuhan via pameran-pameran yang biasanya menampilkan hasil karya kebudayaan
Arab tradisional yang dipajang berdampingan dengan komposisi-komposisi abstrak
dan surealistik. Misalnya, pameran bersama para seniwati Arab Saudi di
Washington dan Fairfax, Virginia 1988, memancing banyak perhatian pemerhati
seni lukis modern. Pameran ini menyambung sambutan atas pameran 64 pelukis
Pakistan di London Centre for Pakistan Studies, 1987 yang luar biasa antusias.
Pameran-pameran semacam dilangsungkan lebih sering, bahkan terutama di kawasan
Negara-negara petrodollar Timur Yengah seperti Arab Saudi atau Abu Dhabi.
Terakhir, 6 April sampai 7 Mei 1997, kaligrafer kontemporer Kuwait Fareed
Abdulrahem al-Ali memamerkn “Formations of the revered word Allah”, di House of
Zeinab Khatun al-Azhar Kairo, yang juga “mencekam” perhatian penonton karena
gaya-gaya “pemberontakan” yang ditampilkannya. Fareed kembali menggelar
karyanya di al-Qa’ah al-Kubra Abu Dhabi 1-8 Oktober 1998 atas prakarsa
Muassasah al-Tsaqafah wa al-Funun yang disambut meriah.
Tambah maraknya
kecenderungan baru berkaligrafi di tahun-tahun terakhir mendorong dan didorong
kreativitas menggebu para peluis kaligrafi Islam kontemporer yang mencerminkan
kecenderungan rata-rata sikap batin dan pikiran mereka. Contoh paling mencolok
adalah kaligrafer kontemporer Tunisia Naja al-Mahdawi yang saban hari
berujicoba huruf lebih dari 13 jam secara tekun. Di antara ungkapan-ungkapannya
yang paling “berani” adalah sebagai beriku :
“Huruf bagi saya
adalah material hidup, yang darinya saya olah apa saja sekehendak saya”
“Dalam teknik
mengolah seni saya, saya kembali ke warisan secara alamiah, namun saya musti
keluar darinya. Kalau tidak, saya akan mati di sana”
Sikap Naja al-Mahdawi
mencerminkan pandangan perlunya pengembangan huruf-huruf supaya tidak statis,
karena huruf-huruf itu sendiri menawarkan kelenturan luar biasa. Sudah pasti
sikap revolusionernya, yang oleh Charbal Dagir disebut “permainan gila”
(al-la’bah al-majnunah), tidak terlepas dari pergaulan kesehariannya dengan
model-model kreasi lukis gaya kontemporer Eropa. Tata pergaulan semacam ini
oleh kaligrafer muslim kontemporer, Hassan Massaoud yang puya pergaulan erat
dengan kehidupan seni Barat di Perancis, dianggap sangat menemtuan. Ia bahkan
menyebut tentang “tatacara melindungi kaligrafi supaya terpelihara”, yaitu
dengan menempatkan sang kaligrafer di tengah masyarakat. Tidak dapat disangkal,
jika masyarakat sepergaulannya adalah para perupa Barat, maka akan lahir
darinya adalah kreasi yang bemazhab atau dipengaruhi mazhab Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar